Monday, October 1, 2018

APOTEKER DAN DAGUSIBU

Dokpri. 

Aku yang Apoteker merangkap blogger, tetapi sejak Maret 2018 resign dari PBF BBO sebagai APJT, karena pindah domisili ikut suami dan bercita-cita punya toko obat atau apotek sendiri. 
Hari Sabtu lalu, 29 September 2018 bertempat di kantor sekretariat IAI,  Jl. wijayakusuma No. 17 Tomang Jakarta Barat, IAI/Ikatan Apoteker Indonesia mengundang blogger dan jurnalis untuk gathering "Pharmacist, Your Medicines Experts,  dan Cara Cerdas Gunakan Obat/DAGUSIBU. Acara ini atas kerjasama dengan IYGP/Indonesian Young Pharmacist Group, yang gabung grup ini apoteker berusia 35 tahun ke bawah dan Gema Cermat Kemenkes RI. 

Sebagai Apoteker yang mendapatkan gelar Sarjana Farmasi/S.Si., dan profesi Apoteker/Apt. waktu lulus kami disumpah dan ada kode etik profesi. Setelah itu langsung mendapatkan Sertifikat Kompetensi yang berlaku 5 tahun dan STRA/Surat Tanda Registrasi Apoteker. 
Aku tahun 2007 memulai pekerjaan profesi sebagai APA/Apoteker Pengelola Apotek. Kemudian pindah ke Semarang sebagai APA juga. Dan ketika bekerja sebagai APA memperoleh SIPA/Surat Ijin Praktek Apoteker dari Dinas Kesehatan dan Pemerintah kota. 
Menjadi Apoteker identik dengan Apotek,  padahal pekerjaan Apoteker itu luas bisa di industri, jadi dosen dengan sekolah S2 dan guru SMK Farmasi, di Pedagang besar Farmasi/PBF, ada PBF obat jadi dan bahan baku farmasi. Aku pun pernah menjadi APJT/Apoteker Penanggung Jawab Teknis PBF obat jadi dan bahan baku Farmasi, dan mendapatkan SIKA/Surat Ijin Kerja Apoteker. 
Menjadi dosen Keperawatan pun pernah mengajar perihal obat-obatan kepada calon asisten perawat, mulai 2020 perawat pun harus minimal S1 dan mengajar di SMK Farmasi mengajar calon asisten Apoteker, mulai 2020 asisten apoteker harus minimal pendidikan D3 farmasi. 
Suamiku malahan dari 2008 sampai sekarang sebagai marketing di perusahan kimia dan bahan baku Farmasi. 

Dokpri. 
Moderator acara, Ibu Erie Gusnellyanti, S.Si., Apt, MKM. (Kasie Peningkatan Penggunaan Obat Rasional Kemenkes Anggota Bidang Humas PPIAI). 

Menurut bu Erie kenapa kita diundang agar mensosialisakan profesi Apoteker dan cara menggunakan obat yang baik dan benar kepada masyarakat. Peran Apoteker dan blogger bisa menyampaikan pesan untuk masyarakat luas. 


Dokpri. 
Bapak Noffendri Roestam, S. Si., Apt.  (Sekjen PP IAI).

Menurut Pak Noffendri, Apoteker itu pekerjaan dari hulu ke hilir,  dari bahan baku obat sampai obat jadi dan memberikan penjelasan kepada pasien adalah tugas Apoteker. Yang lagi trend di masa kini adalah industri kosmetik. Peran Apoteker ada yang bekerja di klinik, Rumah Sakit, Apotek dan Puskesmas. Ada yang di industri Farmasi, industri makanan minuman, industri kosmetik. Ada bagian Quality Assurance,  Quality Qontrol,  dan bahkan bagian marketing/pemasaran. Ada yang menjadi peneliti, dosen, guru dan bahkan anggota dewan. 

Ketika Apoteker pindah domisili maka harus pindah pula keanggotan IAI-nya. Ini aku alami sendiri dulu pindah dari IAI Bandung Jabar ke IAI Semarang Jateng. Sekarang mau urus pindah dari IAI Semarang Jateng ke IAI Cibinong Kabupaten Bogor Jabar. Kalau gak urus pindah ini aku ya gak bisa praktek. Dan mengalami pula selama 11 tahun jadi Apoteker perpanjang sertifikat kompetensi 1x karena kan berlaku 5 tahun sekali, STRA/Surat Tanda Registrasi Apoteker pun sama sudah perpanjangan 1x karena berlaku 5 tahun sekali. 
Pernah mempunyai SIPA 1x dan SIKA 2x, karena SIPA dan SIKA tertera dimana kita praktek. Beda halnya dengan suamiku yang terjun di bidang marketing tak perlu semua itu.
Sulit memang agar eksistensi Apoteker dikenal masyarakat, karena ketika bekerja di Apotek dan klinik pakai jas putih mirip dokter, pengalamanku sering disebut dok hihi. Begitupun dengan ketika bekerja pakai baju formal dipanggil sus,  dikira suster. Ya kalau mengajar sih dipanggil ibu guru hehe. 
Aku pun mengalami sebagai Apoteker memberi etiket pada obat, memberikan konseling informasi obat kepada pasien dan bahkan meracik obat sesuai resep dokter. Dan harus setor laporan triwulan tentang distribusi obat ke BPOM dan Dinkes. 
Kalau dulu ketika kuliah Farmasi S1 aku pilihan pertama Farmasi,  pilihan kedua kedokteran, eh keduanya keterima loh, tapi tetep milih Farmasi, karena biaya kuliah kedokteran lebih mahal hihi,  dan cita-cita dari SMP pengen jadi Apoteker.

Di era globalisasi ini terkadang masyarakat juga masih bingung cara menggunakan obat, salah minum obat atau lebih percaya herbal ketimbang harus ke dokter dan bertanya pada Apoteker. Sebetulnya ada juga herbal terstandar yang beredar di pasaran produksi pabrik farmasi obat tradisional.
Kenyataannya masih banyak yang salah minum suppositoria padahal harusnya dimasukkan ke dalam dubur. Atau ovula harus dimasukan ke kemaluan. Atau tetes mata dipakai oleh semua anggota keluarga,  padahal kan harus steril. 
Obat ortunya dikasihkan anaknya, kadang obat sisa masih disimpan terus diminum lagi ketika sakit padahal sirupnya sudah rusak. 

Dokpri.  
Ibu Indri Mulyani Bunyamin,  S. Farm., Apt. (Ketua HISFARKESMAS).

Kata bu Indri, ketika beliau kerja di Puskesmas juga selalu menerima komplenan dari pasien yang belum sembuh menyalahkan dokter atau apoteker padahal pasien itu sendiri salah dalam mengkonsumsi obatnya. Iya sih terkadang keluargaku sendiri pun walau ada 2 Apoteker aku dan suamiku masih aja suka salah, lupalah obat sebelum makan, antibiotiknya mual gak dihabiskan, atau percaya herbal kata orang hehe. Tapi gimana lagi, kan karena domisili berbeda dengan ortu dan sanak saudara ketika ada yang sakit gak bisa memantau secara langsung pula, setidaknya lewat whatsapp saja. 

Setidaknya ketika meminum obat harus tahu apa nama bahan aktif yang terkandung dalam obat, nama dagangnya apa,  untuk mengobati apa,  aturan pemakaiannya apa,  efek sampingnya apa,  siapa saja yang tidak boleh memakainya,  bentuk sediaan obatnya apa (tablet,  cair sirup atau suspensi, ovula, suppositoria, kapsul atau tetes mata atau hidung, inhaler dihirup).
Kenapa obat harus baik dan benar saat dikonsumsi, karena penggunaan obat yang salah bisa berbahaya. Ada 3 cara memilih obat berdasarkan tingkat keamanannya,  obat ada 3 golongan yaitu :
  1. Obat Bebas, ditandai dengan lingkaran hitam berwarna hijau, dapat dibeli tanpa resep dokter. 
  2. Obat bebas terbatas, ditandai dengan lingkaran hitam berwarna biru,  obat keras yang dapat dibeli tanpa resep dokter, namun penggunaanya harus memperhatikan aturan pakai dan peringatan pada kemasan (P1-P6).
  3. Obat Keras, ditandai dengan lingkaran hitam berwarna merah ada huruf K-nya,  obat yang hanya dapat diperoleh dengan resep dokter. 

DaGuSiBu/Dapatkan,Gunakan,Simpan dan Buang obat. 
Perhatikan  7 hal dalam memilih obat :
  1. Kandungan Zat Berkhasiat, bukan merek dagang obat. 
  2. Riwayat alergi atau sesnsitif terhadap obat. 
  3. Kondisi hamil atau berencana hamil, karena beberapa obat dapat mempengaruhi janin dan menyebabkan cacat pada bayi. 
  4. Kondisi menyusui,  beberapa obat dapat masuk dalam ASI dan menimbulkan efek buruk pada bayi. 
  5. HET/Harga Eceran Tertinggi obat, perhatikan harga obat HET-nya berapa, jangan sampai kita beli melebihi HET-nya. 
  6. Bentuk sediaan,  tablet, suppositoria, ovula, tetes, sirop atau inhaler, injeksi dan infus. 
  7. Kondisi sedang menggunakan obat,  karena dapat berinteraksi dengan obat lain, tanyakan pada Apoteker. 


Dokpri. 
Ibu dari Kimia Farma. 

Jika kita mendapatkan obat resep dokter atau golongan obat keras,  begitu menerima perhatikan :
  1. Kelengkapan informasi pada etiket : nama pasien, tanggal dan aturan pakai. 
  2. Tanggal kadaluwarsa/ekpire date. 
Jika membeli sendiri obat bebas dan bebas terbatas di Apoteker atau Toko Obat berijin,  perhatikan 4 hal ini :
  1. Kemasan harus dalam kondisi baik dan utuh.
  2. Kelengkapan informasi pada kemasan. 
  3. Tanggal kadaluwarsa/ED.
  4. Nomer registrasi.


Dokpri. 
Aku, mbak Alma,  kak Rani dan mbak Desi.

6 hal penting yang harus diperhatikan dalam menggunakan obat yaitu :
  1. Baca aturan pakai sebelum menggunakan obat. 
  2. Gunakan obat sesuai aturan pakai : a.  Dosis,  misal : gunakan sendok takar yang tersedia, jangan pakai sendok makan atau sendok teh karena akan pengaruh ke dosis. b. Rentang waktu,  misal : antibiotik 3x1 artinya diminum setiap 8 jam. c.  Lama penggunaan obat,  misal : antibiotik digunakan sampai 3-5hari.
  3. Obat bebas dan obat bebas terbatas tidak digunakan secara terus menerus, jika berlanjut lebih dari 3 hari segera hubungi dokter. 
  4. Hentikan penggunaan obat apabila timbul efek yang tidak diinginkan, segera ke fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit atau klinik). 
  5. Tidak menggunakan obat orang lain meski gejala sakitnya sama, karena penyerapan obat di tubuh setiap orang itu berbeda. 
  6. Tanyakan ke Apoteker untuk mendapatkan informasi penggunaan obat yang lebih lengkap. 


Dokpri. 
Sesi diskusi. 

Cara menyimpan obat di rumah secara umum adalah :
  1. Tidak melepas etiket pada wadah obat, karena tercantum nama,  cara penggunaan,  dan informasi penting lainnya. 
  2. Perhatikan dan ikuti aturan penyimpanan pada kemasan. 
  3. Letakkan obat jauh dari jangkaun anak. Simpan obat dalam kemasan asli dan wadah tertutup rapat. 
  4. Tidak menyimpan obat di dalam mobil dalam jangka lama, karena suhu tidak stabil dalam mobil dapat merusak obat. 
  5. Perhatikan tanda-tanda kerusakan obat dalam penyimpanan, misal perubahan warna,  bau,  dan penggumpalan. 

Dokpri. 
Sesi pemaparan hasil diskusi.

Cara menyimpan obat secara khusus di rumah :
  1.  Tablet dan kapsul tidak disimpan di tempat panas atau lembab. 
  2. Obat sirup tidak disimpan di lemari pendingin. 
  3. Obat untuk vagina (ovula) dan anus (suppositoria)  disimpan di lemari pendingin (bukan pada freezer)  agar tidak meleleh pada suhu ruangan.
  4. Obat bentuk aerosol/spray tidak disimpan di tempat bersuhu tinggi, karena dapat meledak. 
  5. Insulin yang belum digunakan disimpan di lemari pendingin, setelah digunakan disimpan di suhu ruangan. 


Dokpri. 
Obat bebas dan bebas terbatas yang diulas bersama mbak Anggun. 

Cara Membuang Obat yang baik dan benar:
  1. Pisahkan isi obat dari kemasan. 
  2. Lepaskan etiket dan tutup dari wadah/botol/tube.
  3. Buang kemasan obat (dus/blister,strip,bungkus lain)  setelah dirobek dan digunting. 
  4. Buang isi obat sirup ke saluran pembuangan air/jamban setelah diencerkan. Hancurkan botolnya dan buang di tempat sampah. 
  5. Buang obat tablet atau kapsul di tempat sampah setelah dihancurkan. 
  6. Gunting tube salep/krim terlebih dahulu dan buang secara terpisah dari tutupnya di tempat sampah. 
  7. Buang jarum insulin setelah dirusak dan dalam keadaan tutup terpasang kembali. 
Jangan lupa Tanya Lima O ketika mendapatkan obat kepada Apoteker, yaitu :
  1. Obat ini apa nama dan kandungannya?
  2. Obat ini apa khasiatnya?
  3. Obat ini berapa dosisnya? 
  4. Obat ini bagaimana cara menggunakannya? 
  5. Obat ini apa efek sampingnya? 
Jadilah pasien cerdas, sakit kita wajib ikhtiar dengan minum obat dan berobat ke dokter, tapi harus kritis menanyakan obat apa yang dikonsumsi kepada apoteker, agar pengobatan efektif dan efisien dan pasien cepet sembuh. 
Acara gathering kemarin bener mengingatkan kembali tentang peran Apoteker dan DaGuSiBu. Yuk pakai #cerdasgunakanobat. 



15 comments:

  1. Wah bermanfaat banget mba. Aku baru2 ini buang obat kadaluarsa langsung ke tong sampah. Jadi tau kalo itu salah. Huhu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mbak lu jangan karena bahaya, bisa disalahgunakan juga nantinya :)

      Delete
  2. Aku kalau obat kemasan biasanya dihancurin obat & kemasannya. Yg agak susah kalau sirup botol plastik gitu mbak, isinya dibuang tapi botolnya bingung mau digimanain. Tktnya itu tadi, disalahgunakan. Aku make up2 juga rata2 aku hancurin dl kemasannya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Udah betul mbak anita itu, memang harus begitu yang benar cara membuangnya siiplah..

      Delete
  3. Oo begitu. Iya nih sering numpuk obat bekas si rumah hihihi..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Obat sisa sebaiknya kalau sudah tak terpakai ya dibuang dengan cara yang benar saja mbak ida..

      Delete
  4. Makasih sharingnya Mba Vita.. Aku kalo ada obat sisa kubuang dengan kubuka dulu kemasannya.

    Btw aku masih sering bingung soal waktu yang pas kalo ngasih obat buat anak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau 3x sehari, tinggal 24 jam bagi 3 saja rin, misal jam 7 pagi minumnya, diminum lagi yang kedua dan ketiga kalinya setelah 8 jam kemudian, begitu halnya dengan sehari 2x, 24 jam dibagi 2 jadi 12 jam sekali, kalailu sehari sekali misal hari jam 8 pagi besoknya harus jam 8 pagi lagi, begitu rin ��

      Delete
  5. Mbak Vita makin cemerlang nih jadi blogger. Aku suka kalo blogger cerita tentang profesinya,, menarik.
    Sukses terus ya mbak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah, makasih ya lintang, Aamiin, doa yang sama untuk lintang :)

      Delete
  6. Vita keren banget lulus farmasi dan kedokteran, terima kasih artikelnya bermanfaat banget .ngga kebayang obat dubur dimasukkan mulut oh tidaaak

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Alhamdulillah mbak dew, masih inget dulu pas registrasi TU Farmasi, malah diginiin sama bagian administrasi lah orang mah pengen masuk kedokteran teh kok ini milih farmasi, kenapa gak kedokteran aja, aku jawab karena gak ada biayanya lebih mahal biaya kuliah di kedokteran daripada farmasi hihi, iya mbak dew dikira coklat itu suppositorianya karena bau coklat, terus pasien marah-marah karena gak manjur obatnya hihi, Alhamdulillah kalau bermanfaat :)

      Delete
  7. Aku juga sekarang jadi perhatian banget sama komposisi obat. Ya meski orang awam harus pahamlah yaa dikit2 tentang obat. Kalo k dokter ga asal pasrah aja dikasih resep, kutanya obat apa ini, dosisnya, dll.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul banget mbak mi, wah keren mbak rahmi sudah tepat begitu sebagai pasien :)

      Delete
  8. Iya sih, buang obat harus dihancurkan dulu, takut disalahgunakan sama pemulung.

    Vita, semoga terwujud ya punya apotek sendiri.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah membaca blog saya
Mohon tidak meninggalkan link hidup